Bagaimana Islam Memuliakan Wanita?

Bagaimana Islam Memuliakan Wanita?

Bagaimana Islam Memuliakan Wanita? Banyak pemikiran-pemikiran berasal dari faham barat, yang berusaha mendeskriditkan Islam. Salah satu isu yang diusung adalah tentang gender dan feminisme. Faham-faham tersebut menyerang Islam khususnya berkaitan degan dunia wanita. Menurut pandangan mereka Islam telah merendahkan martabat kaum wanita. Karena dasar dari yang mereka pahami adalah kebebasan yang sebebas-bebasnya tanpa aturan agama yang mengikat. Sementara bagi wanita muslim, agama menjadi bagian dari hidup yang akan mengatur kehidupannya. Inilah yang tidak dikehendaki oleh para feminisme. Lalu bagaimana sebenarnya Islam mendudukan posisi seorang wanita?

Keberadaan wanita dalam Islam demikian dimuliakan, terlalu banyak bukti yang menunjukkan kenyataan ini. Sampai-sampai ada satu surah dalam Al-Qur’an dinamakan surah An-Nisa’, artinya wanita-wanita, karena hukum-hukum yang berkaitan dengan wanita lebih banyak disebutkan dalam surah ini dari pada dalam surah yang lain.

Untuk lebih jelasnya kita lihat beberapa ayat dalam surah An-Nisa’ yang berbicara tentang wanita.

A. WANITA DICIPTAKAN DARI TULANG RUSUK LAKI-LAKI
Allah SWT berfirman: “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu” (QS. An-Nisa’:1).

Ayat ini merupakan bagian dari khutbatul hajar yang dijadikan oleh Rasulullah SAW sebagai pembuka khutbah-khutbah beliau. Dalam ayat ini dinyatakan bahwa dari jiwa yang satu, Allah SWT menciptakan pasangannya. Qatadah dan Mujahid rahimahumallah mengatakan bahwa yang dimaksud jiwa yang satu adalah Nabi Adam. Sedangkan pasangannya adalah Hawa. Qatadah mengatakan Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam (Tafsir Ath-Thabari,3/565,566).

Dalam Hadist shahih disebutkan: “Sesungguhnya wanita diciptakan dari tulang rusuk. Dan sungguh bagian yang paling bengkok dari tulang rusuk adalah yang paling atasnya. Bila engkau ingin meluruskannya, engkau akan mematahkannya. Dan jika engkau ingin bersenang-senang dengannya, engkau bisa bersenang-senang namun padanya ada kebengkokan” (HR. Bukhari dan Muslim).

Al-Iman An-Nawawi rahimahullah berkata, “Dalam hadist ini ada dalil dari ucapan fuqaha atau sebagian mereka bahwa Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam. Hadist ini menunjukkan keharusan berlaku lembut kepada wanita, bersikap baik kepada mereka, bersabar atas kebengkokan akhlak dan lemahnya akal mereka. Disamping juga menunjukkan dibencinya mentalak mereka tanpa sebab dan juga tidak bisa seseorang berambisi agar si wanita terus lurus. (Al-Minhaj,9/299).

B. DIJAGANYA HAK PEREMPUAN YATIM
Allah SWT berfirman yang artinya: “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya” (QS. An-Nisa’:3)

C. CUKUP MENIKAHI SEORANG WANITA SAJA BILA KHAWATIR TIDAK DAPAT BERLAKU ADIL SECARA LAHIRIAH
Yang dimaksud dalam QS. An-Nisa ayat 3 ini adalah dalam perkara lahiriah seperti adil dalam pemberian nafkah, tempat tinggal, dan giliran. Adapun dalam perkara batin seperti rasa cinta dan kecenderungan hati tidaklah dituntut untuk adil, karena hal ini diluar kesanggupan seorang hamba. Dalam Al-Qur’an dinyatakan: “Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. An-Nisa’:129).

Al-Hafizh Ibnu Katsir mengatakan ketika menafsirkan ayat di atas, “Maksudnya, kalian wahai manusia, tidak akan mampu berlaku sama di antara istri-istri kalian dari segala sisi. Karena walaupun bisa terjadi pembagian giliran malam permalam, namun mesti ada perbedaan dalam hal cinta, syahwat, dan jima’. Sebagimana hal ini dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ‘Abidah As-Salmani, Mujahid, Al-Hasan Al-Bashri, dan Adh-Dhahhak bin Muzahim rahimahumullah.”
Bila seorang lelaki khawatir tidak dapat berlaku adil dalam berpoligami, maka diturunkan kepadanya untuk hanya menikahi satu wanita. Dan ini termasuk pemuliaan pada wanita di mana pemenuhan haknya dan keadilan suami terhadapnya diperhatikan oleh Islam.

D. HAK MEMPEROLEH MAHAR DALAM PERNIKAHAN
Allah SWT berfirman: “Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya” (An-Nisa’:4).

E. WANITA DIBERIKAN BAGIAN HARTA WARISAN
Allah SWT berfirman yang artinya: “Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan” (QS. An-Nisa’:7).

Sementara di jaman jahiliyah, yang mendapatkan warisan hanya lelaki, sementara wanita tidak mendapatkan bagian. Malah wanita teranggap bagian dari barang yang diwarisi.

Ibnu ‘Abbas menyebutkan, “Dulunya bila seorang lelaki dikalangan mereka meninggal, maka para ahli warisnya berhak mewarisi istrinya. Jika sebagian ahli waris itu mau, mereka nikahkan dengan lelaki lain. Kalau mau juga, mereka tidak menikahinya dengan siap pun dan mereka lebih berhak terhadap si wanita daripada keluarga wanita itu sendiri. Maka turunlah ayat ini dalam permasalahan tersebut” (Diriwayatkan oleh Bukhari dalam Shahih-nya No.4576).

Bila ada yang mempersalahkan, kenapa wanita hanya mendapatkan separuh dari bagian laki-laki seperti dalam QS. An-Nisa’ ayat 11 yang artinya: “Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”.

Maka dijawab, inilah keadilan yang sesungguhnya. Lelaki mendapatkan bagian yang lebih besar daripada wanita karena laki-laki butuh bekal yang lebih berguna memberikan nafkah kapada orang yang dibawah tanggungannya. Laki-laki banyak mendapatkan beban. Ia memberikan mahar dalam pernikahan dan ia yang harus mencari penghidupan/penghasilan, sehingga pantas sekali bila ia mendapatkan dua kali lipat daripada bagian wanita (Tafrsir Al-Qur’anil’ Azhim,2/160).

F. SUAMI DIPERINTAH UNTUK BERLAKU BAIK PADA ISTRINYA
“Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak” (An-Nisa’:19).

Al-Hafizh Ibnu Katsir ketika menafsirkan ayat di atas menyatakan: “Yakni perindah ucapan kalian terhadap mereka (para istri) dan perbagus perbuatan serta penampilan kalian sesuai kemampuan. Sebagaimana engkau menyukai bila ia (istri) berbuat demikian, maka engkau (semestinya) juga berbuat yang sama.

G. SUAMI TIDAK BOLEH MEMBENCI ISTRINYA DAN TETAP HARUS BERLAKU BAIK TERHADAP ISTRINYA WALAUPUN DALAM KEADAAN TIDAK MENYUKAINYA

“Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak” (An-Nisa’:19).

Dalam hadist Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu disebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Janganlah seorang mukmin membenci seorang mukminah, jika ia tidak suka satu tabiat/perangainya maka (bisa jadi) ia ridha (senang) dengan tabiat/perangainya yang lain” (HR. Muslim no.1469).

Al-Iman An-Nawawi rahimahullah berkata: “Hadist ini menunjukkan larangan (untuk membenci), yakni sepantasnya seorang suami tidak memebenci istrinya. Karena bila ia menemukan pada istrinya satu perangai yang tidak ia sukai, namun disisi lain ia bisa mendapatkan perangai yang disenangi pada si istri. Misalnya istrinya tidak baik perilakunya, tetapi ia seorang yang beragama, atau berparas cantik, atau menjaga kehormatan diri, atau bersikap lemah lembut dan halus padanya, atau yang semisalnya” (Al-Minhaj,10/58).

H. BILA SEORANG SUAMI BERCERAI DENGAN ISTRINYA, IA TIDAK BOLEH MEMINTA KEMBALI MAHAR YANG PERNAH DIBERIKANNYA
Allah SAW berfirman: “Dan jika kamu ingin mengganti isterimu dengan isteri yang lain [280], sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak, maka janganlah kamu mengambil kembali dari padanya barang sedikitpun. Apakah kamu akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang dusta dan dengan (menanggung) dosa yang nyata? Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-isteri. Dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat” (QS. An-Nisa’:20-21).

I. TERMASUK PEMULIAAN TERHADAP WANITA ADALAH DIHARAMKAN BAGI MAHRAM SI WANITA KARENA NASAB ATAUPUN KARENA PENYUSUAN UNTUK MENIKAHINYA
Allah SWT berfirman: “Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. An-Nisa’:23).

Diharamkannya wanita-wanita yang disebutkan dalam ayat diatas untuk dinikahi oleh lelaki yang merupakan mahramnya, tentu memiliki hikmah yang agung, tujuan yang tinggi sesuai dengan fitrah insaniah. (Takrimul Mar’ah fil Islam, Asy-Syaikh Muhammad Jamil Zainu, hal.16).

Ayat di atas juga menetapkan bahwa seorang lelaki tidak boleh mengumpulkan dua wanita yang bersaudara dalam ikatan pernikahan, karena hal ini jelas akan mengakibatkan pemusuhan dan pecahnya hubungan diantara keduanya. (Takrimul Mar’ah fil Islam, Asy-Syaikh Muhammad Jamil Zainu, hal.16).

Demikian beberapa ayat dalam surah An-Nisa’ yang menyinggung tentang wanita. Apa yang kami sebutkan di atas bukanlah membatasi, namun karena tidak cukupnya ruang, sementara hanya demikian yang dapat kami persembahkan untuk pembaca yang mulia. Allah SWT yang memberi taufiq. Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.

Search Buletin: Bagaimana Islam Memuliakan Wanita?, Kedudukan wanita dalam pandangan Islam, Islam memuliakan kaum wanita, Kemulyaan wanita dalam Islam.

[Sumber: Buletin Da’wah Hidayah-Edisi 209 / 11 Jumadilawal 1432 H]
[Gambar:http://statis.dakwatuna.com/wp-content/uploads/2013/05/060924_muslim.jpg]

0 Response to "Bagaimana Islam Memuliakan Wanita?"

Post a Comment

Terimakasih atas kujungannya, silahkan berkomentar dengan baik dan sopan sesuai dengan materi artikel! Kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan.