Ja’far bin Abu Thalib Diplomat Nabi yang Santun dan Dermawan

Ja’far bin Abu Thalib Diplomat Nabi yang Santun dan Dermawan
 
Ja’far bin Abu Thalib Diplomat Nabi yang Santun dan Dermawan | Pemuda gagah ini kulitnya cerah bercahaya. Ia lemah lembut, sopan, santun, pengasih, penyayang, baik, rendah hati dan shalih. Ia pemberani, tak kenal takut. Ia pemurah, tak takut miskin. Jiwanya bergitu bersih. Ia jujur dan bisa dipercaya. Pendeknya, semua sifat baik dan keistimewaan ada pada laki-laki ini. Ja’far bin Abu Thalib adalah orang yang mirip dengan Rasulullah, baik bentuk tubuh maupun akhlaknya. Rasulullah saw. Menjulukinya sebagai “Penyantun orang-orang miskin” dan “Si bersayap Dua di Surga”. Ia adalah satu dari tokoh generasi Islam pertama yang mempunyai jasa besar dalam mewarisi nurani kehidupan.

Ia datang kepada Rasulullah saw. Untuk memeluk Islam. Sungguh satu kemuliaan tersendiri bagi mereka yang memeluk Islam di masa-masa awal. Hari itu, sang istri, Asma’ binti Umais, juga memeluk Islam. Mereka menghadapi gangguan dari orang-orang kafir dengan berani dan sabar. Ketika Rasulullah saw memutuskan agar kaum muslimin hijrah ke Habasyah (Ethiopia), Ja’far dan istrinya ikut dalam rombongan hijrah itu. Mereka tinggal disana cukup lama hingga dikaruniai 3 anak: Muhammad, Abdullah, dan Auf. Selama di Habasyah, Ja’far tampil sebagai juru bicara yang cekatan. Ia pantas mewakili Islam dan Rasulullah saw. Itu semua karana Allah telah memberinya karunia istimewa berupa hati yang tenang, akal dan pikiran yang cerdas, jiwa yang mampu membaca situasi, dan cara bicara yang baik.

Hijrahya kaum muslimin ke Habasyah tidak mampu meredam kemarahan dan kebencian orang-orang kafir Quraisy, bahkan mereka takut kaum muslimin akan semakin besar di Habasyah. Mereka sepakat untuk mengirim dua utusan terhadap Raja Najasyi dengan membawa hadiah-hadiah yang sangat berharga. Tujuannya hanya satu, agar Raja Najasyi mengusir kaum muslimin dari Habasyah. Kedua orang utusan itu adalah Abdullah bin Abu Rabi’ah dan Amru bin’ Ash, yang saat itu belum memeluk Islam.

Najasyi, Raja Habasyah saat itu, adalah pemeluk Nasrani sejati. Jauh dari fanatisme dan menutup diri. Nama baik dan keadilannya telah tersebar kemana-mana. Karena itu Rasulullah saw. Memilih Habasyah sebagai tempat hijrah bagi kaum muslimin. Dan karena itu pula kaum kafir Quraisy merasa khawatir kalau maksud dan tipu muslihat mereka tidak berhasil. Oleh sebab itu, mereka membekali kedua orang utusan dengan hadiah-hadiah yang sangat berharga untuk para pendeta. Para pembesar Quraisy berpesan kepada utusan untuk tidak bertemu Najasyi sebelum memberikan hadiah kepada para pendeta, sampai para pendeta itu setuju dengan maksud kedatangan mereka, sehingga nantinya para pendeta berada di pihak mereka saat bertemu Najasyi.

Hari pertemuan dengan Raja Najasyi akhirnya di tentukan dan kaum muslimin pun di undang menghadap Raja. Dengan tenang; penuh wibawa dan kerendahan hati yang penuh pesona, Raja Najasyi duduk di singgasananya, dan di sekitarnya tampak para pengawal raja dan para pendeta. Di arah depan raja, di ruang yang cukup luas, kaum muslimin duduk dengan tenang. Kedua utusan kaum kafir Quraisy berdiri mengemukakan tuduhan miring terhadap kaum muslimin. Tuduhan-tuduhan yang sudah mereka sampaikan dalam pertemuan khusus mereka dengan Raja Najasyi sebelum pertemuan besar ini.

“Baginda Raja yang mulia, orang-orang bodoh ini telah nyasar ke negeri Tuan. Mereka meninggalkan agama nenek moyang mereka, dan tidak pula masuk agama Panduka. Mereka datang dengan agama baru yang tidak kami kenal. Panduka pun tidak mengenalnya. Sungguh, kami ini diutus oleh para pembesar kaum mereka, dengan tujuan kiranya Panduka mengembalikan mereka kepada kaum mereka”. Najasyi memandang ke arah kaum muslimin dan bertanya, “Agama apa yang menyebabkan kalian menginggalkan bangsa kalian, tetapi tidak tertarik dengan agama kami?”

Ja’far berdiri untuk menunaikan tugas yang telah diamanahkan oleh kawan-kawannya. Sebelum pertemuan ini, mereka telah sepakat memilih Ja’far sebagai juru bicara. Dengan ramah dan penuh hormat, Ja’far memandang sang Raja yang telah baik hati menerima mereka, lalu bertaka, “Paduka yang mulia, dahulu kami memang orang-orang bodoh. Kami menyembah berhala, memakan bangkai, melakukan pekerjaan-pekerjaan keji, memutuskan silaturahim, menyakiti tetangga, dan menyakiti orang yang meminta perlindungan. Pihak yang kuat memaksa pihak yang lemah. Hingga akhirnnya Allah mengutus seorang Rasul, dari bangsa kami sendiri. Kami kenal asal-usulnya, kejujuran, ketulusan, dan kesucian jiwanya. Ia mengajak kami untuk mengesakan Allah dan mengabdikan diri pada-Nya, dan agar meninggalkan patung dan berhala yang selama ini kami sembah secara turun-temurun. Dia menyuruh kami bicara benar, menunaikan amanah, menyambung silaturahim, berbuat baik kepada tentangga, tidak melanggar larangan, dan tidak membunuh orang lain. Kami dilarang berbuat zina, berbohong, memakan harta anak yatim, dan menuduh wanita baik-baik berbuat zina. Kami mempercayai dan mengikuti semua yang dia dapatkan dari Tuhannya. Kami menyembah Allah semata, dan tidak menyekutukannya dengan yang lain. Kami jauhi apa yang dilarang, dan kami lakukan apa yang diperintahkan. Karena hal itu kaum kami marah. Siksaan sering kami terima, hanya untuk mengembalikan kami kepada menyembah berhala dan ajaran buruk mereka. Ketika penganiayaan dan siksaan yang mereka lancarkan semakin dashyat, bahkan kami sulit untuk menjalankan ajaran kami, maka kami hijrah kenegeri Panduka. Kami berharap mendapatkan perlindungan dari Panduka, karena kami tahu, Panduka bukan Raja yang Zalim.” Raja Najasyi memandang Ja’far dengan penuh pesona dan bertanya,” Apakah engkau membawa sesuatu (wahyu) yang diturunkan Rasul kalian itu”? Ja’far berkata, “Ya”, “Bacakan kepadaku”.

Lalu Ja’far membacakan beberapa ayat dari surah Maryam dengan tenang dan khusyu’. Mendengar bacaanya, Najasyi menangis begitu pula dengan para pendeta yang hadir di ruangan itu. Ketika air matanya mulai berhenti, Najasyi berkata kepada kedua utusan kafir Quraisy, “Sesungguhnya apa yang dibacakan tadi dan yang dibawa oleh Isa as. Berasal dari sumber yang sama. Kembalilah kalian berdua kepada kaum kalian. Demi Tuhan, kami tidak akan menyerahkan mereka kepada kalian.” Pertemuan itupun selasai. Allah telah menolong hamba-Nya. Sementara kedua utusan Quraisy mendapat kekalahan yang memalukan. Wallaahu’alam bish showab.

Search Buletin: Ja’far bin Abu Thalib Diplomat Nabi yang Santun dan Dermawan, kisah Ja’far bin Abu Thalib dengan Raja Najasyi, Kepandaian Ja’far bin Abu Thalib sebagai Diplomat Islam

[Sumber: Buletin Da’wah Hidayah-Edisi 238 / 20 Muharam 1433 H]
[Gambar: http://pioner2b.files.wordpress.com/2010/07/mujadhi.jpg]

0 Response to "Ja’far bin Abu Thalib Diplomat Nabi yang Santun dan Dermawan"

Post a Comment

Terimakasih atas kujungannya, silahkan berkomentar dengan baik dan sopan sesuai dengan materi artikel! Kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan.