Ajaran Islam Mengajak pada Kebaikan dan Mencegah Kemungkaran

Ajaran Islam Mengajak pada Kebaikan dan Mencegah Kemungkaran

Ajaran Islam Mengajak pada Kebaikan dan Mencegah Kemungkaran | apabila kita mencermati kondisi lingkungan mayarakat kita lebih jauh kondisi Indonesia yang kita cintai ini sungguh memprihatinkan. Perilaku-perilaku yang mengiris hati seperti korupsi, tawuran, pelecehan, kenakalan remaja, perampokan, dan perbuatan buruk lain nyata ada dihadapan dan ditengah-tengah kita. Hal tersebut terjadi karena mereka jauh dari kebaikan.


Terjerumusnya mereka pada keburukan yang jauh dari kebaikan sebetulnya bukan karena mereka sama sekali tidak mengetahui bahwa sesuatu itu merupakan keburukan dan kemaksiatan. Mereka bahkan faham betul bahwa itu adalah keburukan, kemaksiatan yang telah melanggar batas-batas larangan Allah swt. Ketika sebelum melakukkannya pun mereka faham bahwa mereka akan melakukan suatu hal yang melanggar kebaikan. Namun tetap saja terjadi. Naudzubillahi mindzalik.
Sebagian diantara mereka melakukan itu semua karena keadaan yang mendesak seperti kondisi ekonomi yang terpuruk atau dibawah tekanan. Sebagian yang lain karena “kebiasaan” dimana dengan sengaja dan perlahan mereka mematikan hati huraninya seperti tidak tenang, was-was dan perasaan tidak nyaman lainnya. Namun hal tersebut tidak dihiraukannya sehingga semakin lama perasaan tetap nyaman saat berbuat keburukan sehingga menjadi kebiasaan. Diantara mereka juga ada yang melakukan keburukan karena mengikuti ajakan teman atau yang lain. Sehingga keberanian untuk berbuat buruk yang itu sebenarnya hanya potensi terpacu sehingga menjadi perbuatan buruk yang terealisasi. Dengan beberapa hal tersebutlah kiranya kebaikan menjadi jauh dari mereka.

Betahkah kita menyaksikan keadaan yang demikian menular sehingga kita menemukan kenyatan keburukan yang semakin banyak ditengah-tengah kita. Jangan sampai kita merasa “terbiasa” keburukan ada di antara kita. Kita harus berperan menahannya, kita harus berupaya merubahnya. Kenyamanan mereka dalam berbuat keburukan salah satu diantaranya barang kali karena tidak ada yang memberikan peringatan kepada mereka secara khusus, tidak ada yang menyentuh hati mereka untuk kembali. Ya saatnya kita tampil, mengajak kebaikan. Mengajak kebaikan kepada orang-orang yang ada di dekat kita, saudara-saudara kita, teman kita, tetangga, kerabat dan saudara seiman lainnya. Sesama orang beriman saling mengingatkan dalam kebaikan dan dalam kesabaran.

Mengajak kepada kebaikan sekaligus mencegah dari kemungkaran merupakan ciri orang-orang yang beriman. Bahkan merupakan tujuan dilahirkannya kita yang membedakannya dari umat-umat lain. Sebagaimana dalam Al-Qur’an Allah swt berfirman: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.”(QS. Ali Imran:110).

Mengajak pada kebaikan atau dalam bahasa lain berdakwah tidak melulu dalam pengertian ceramah dimuka publik, mengajak kebaikan bisa dilakukan perorangan kepada perorangan dan hal ini merupakan salah satu sunnah yang dilakukan Rasulullah Muhammad saw. Kita ingat bagaimana pertama kali Islam di kenalkan oleh Rasulullah. Beliau pertama kali mengajak Islam kepada orang-orang yang dekat hubungannya dengan Beliau, keluarga besar serta sahabat-sahabat karib beliau; mereka semua diajak ke jalam Iman dan kebaikan oleh beliau untuk memeluk Islam. Beliau juga tidak lupa mendakwahi orang yang sudah saling mengenal dengan beliau.

Hasilnya, banyak diantara mereka yang tidak sedikitpun digerayangi oleh keraguan terhadap keagungan, kebesaran jiwa Rasulullah saw serta kebenaran yang dibawanya-merespons dengan baik dakwah beliau. Mereka ini dalam sirah nabawiyah dikenal sebagai as-Saabiquun al-Awwalluun (orang-orang yang paling dahulu dan pertama masuk Islam). Di barisan depan mereka terdaftar isteri Nabi Muhammad, Ummul Mukminin Khadijah binti Khuwailid, maula (budak) beliau, Zaid bin Haritsah bin Syaraahil al-Kalbi, keponakan beliau; ‘Ali bin Abi Thalib-yang ketika itu masih anak-anak dan hidup dibawah asuhan beliau-serta sahabat paling dekat beliau, Abu Bakar ash-Shiddiq. Mereka semua memeluk Islam pada permulaan dakwah.

Kemudian Abu bakar giat mengajak kebaikan Islam ini pada orang-orang terdekatnya. Dia adalah sosok laki-laki yang lembut, disenangi, fleksibel, dan berbudi baik. Dia terus berdakwah kepada orang-orang dari kaumnya yang dia percayai dan selalu berinteraksi dan berkumpul dengannya. Berkat hal itu, maka masuk Islam lah ‘Utsman bin Affana al-Umawi, az-Zubair bin al-‘Awam al-Asadi, ‘Abdurrahman bin ‘Auf, Sa’d bin Abi Waqqash az Zuhriyan dan Thalhah bin ‘Ubaidailah at-Timi. Kedelapan oran inilah yang terlebih darhulu masuk Islam dan merupakan gelombang pertama dan palang pintu Islam.

Diantara orang-orang pertama lainnya yang masuk Islam adalah Bilal bin Rabah al-Habasyi, kemudian di ikuti oleh Amin (kepercayaan) kepercayaan umat ini, Abu Ubaidah; ‘Amir bin al-Jarrah yang bersal dari suku Bani al-Harits bin Fihr, Abu Salamah bin ‘Abdul Asad, al-Arqam bin Abil Arqam (keduanya bersal dari suku Nakhzum), ‘Utsman bin Mazh’un- dan kedua saudaranya; Qudamah dan’Abdullah-‘Ubaidah bin al-Harits bin al-Muththalib bin ‘Abdu Manaf, Sa’id bin Zaid al-‘Adawy dan isterinya; Fathimah binti al-Khaththab al-‘Adwiyyah- saudara perempuan dari Umar bin al-Khaththab, Khabbab bin al-Arts, ‘Abdullah bin Nas’ud al-Hazaly serta masih banyak lagi selain mereka. Mereka itulah yang dinamakan as-Saabiquunal Awwaluun. Mereka terdiri dari semua suku Quraisy yang ada bahkan Ibnu Hisyam menjumlahkannya lebih dari 40 orang.

Pada waktu para sahabat semua masuk Islam secara individu perindividu, sembunyi-sembunyi sampai turunya ayat permulaan surat al-Muddatstsir yang memerintahkan untuk berdakwah secara terbuka. Walaupun sudah ada perintah untuk berdakwah secara terang-terangan namun bukan berarti berdakwah secara individu dengan mengajak kebaikan kepada orang lain orang-perorang tidak lagi diwajibkan. Justru mengajak kebaikan pada orang lain menjadi penopang yang kokoh, karena sifatnya dari hati-kehati akan terasa lebih kuat.

Mengajak kebaikan kepada orang lain tentunya harus menggunakan cara-cara lemah lembut dan penuh hikmah. Cara inilah yang diajarkan Allah sebagaimana dalam Al-Qur’an. Siapakah yang lebih perkataanya dari pada orang yang menyeru (da’i) kepada Allah, mengerjakan amal yang shaleh dan berkata: “Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?" Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.” (QS. Fush-shilat[41]: 33-34).

Orang yang mengajak kebaikan tentu dirinya sendiri akan terjaga dalam kebaikan tersebut. Bahkan bisa jadi menyiapkan diri dengan mencari ilmu untuk mencukupi diri sendiri. Dan pada dasarnya ketika kita berinisiatif mengajak kebaikan pada orang lain maka dengan sendirinya kita akan terdorong untuk menjadikan diri kita terus mejadi lebih baik. Sehingga benar apabila ada ulama yang menyatakan sesungguhnya mengajak pada kebaikan adalah saling dorong-mendorong dalam kebaikan tersebut. Dengan kata lain apabila kita mengajak kebaikan pada orang lain maka dengan serta merta kita akan terjaga pula dalam kebaikan tersebut, sehigga kebaikan-kebaikan itu semakin kokoh dan bertambah pada kita.

Salah satu hikmah ketika kita mengajak kebaikan maka kita akan mendapat pahala kebaikan yang dilakukan orang tersebut tanpa mengurangi pahala orang tersebut. Ini merupakan multi kebaikan sebagaimana hadist dari Abu Huraitah ra, ia berkata,”Rasulullah saw berkata, ‘Barang siapa yang menyeru kepada petunjuk maka ia akan mendapatkan balasan yang didapat orang yang ia ikuti tidak berkurang sedikitpun dengan balasan-balasan yang didapat orang yang ia ikuti tidak berkurang sedikitpun dengan balasan-balasan yang mereka terima. Dan, barang siapa yang menyeru pada kesesatan maka ia berhak mendapatkan dosa seperti yang pernah diterima orang yang ia ikuti, tidak berkurang sedikitpun.”(Ditakhrij Muslim, Malik, Abu Daud, dam at-Tarmidzy).

Subhanallah, Allah Maha Kaya Lagi Maha Pemurah. Maka kiranya tidak ada lagi alasan bagi kita untuk tidak mengajak kebaikan ada orang lain. Sekali lagi ini adalah kewajiban kita alasan dilahirkannya kita. Ini adalah bagian dari peran yang harus kita ambil untuk memperbaiki diri, lingkungan, masyarakat dan negara ini. Ini adalah sumber pahala yang akan terus mengalir dan bertambah buat kita. Ini adalah kebaikan.

Search buletin: Ajaran Islam Mengajak pada Kebaikan dan Mencegah Kemungkaran, mengajak kepada kebaikan adalah kewajiban setiap muslim, peran setiap muslim untuk mengajak berbuat baik kepada orang lain


[Sumber: Buletin Da’wah Hidayah-Edisi 253 / 7 Jumadil Ula 1433 H]
[Gambar: http://syaifulmangantjo.files.wordpress.com/2012/09/dakwah-adalah-cinta-semangat.jpg]

0 Response to "Ajaran Islam Mengajak pada Kebaikan dan Mencegah Kemungkaran"

Post a Comment

Terimakasih atas kujungannya, silahkan berkomentar dengan baik dan sopan sesuai dengan materi artikel! Kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan.