Petunjuk Nabi Dalam Mengqashar Dan Menjamak Sahalat

Petunjuk Nabi Dalam Mengqashar Dan Menjamak Sahalat

Petunjuk Nabi Dalam Mengqashar Dan Menjamak Sahalat | Saudara pembaca yang dirahmati Allah, siapa dianatara kita yang tidak pernah berpergian? Atau siapa diantara kita yang tidak pernah sakit? Tentu saat kita sakit atau safar banyak kendala yang mengakibatkan pelaksanaan rutinitas ibadah kita (semisal shalat) tidak berjalan mulus. Karena itu Allah memberikan kemudahan kepada kita dengan membolekan kita mengqashar dan menjamak shalat. Kendati demkian, banyak diantara saudara-saudara kita yang belum mengetahui bagaimana sebenarnya petunjuk nabi dalam masalah ini, walaupun telah medengar banyak istilahnya. Karena itu, dalam kali ini Bulrtin Online Jum’at akan membahas permasalahan ini agar kita semua mendapat manfaatnya dengan izin Allah.

Apakah Yang Dimaksud Mengqashar Dan Menjamak

Mengqashar sahalat adalah diambil dari kata al-qashru, yang berarti memendekkan. Dan mengqashar shalat yaitu, menjadikan shalat yang empat raka’at menjadi dua raka’at. Adapun jamak  maka ia berarti mengumpulkan. Yaitu mengerjakan shalat zhuhur dan ashar atau magrib dan isya’ dalam salah satu dari waktu salah satu shalat tersebut. Bisa diawal waktu dan itu dinamakan jamak takdim, atau diwaktu akhir dari kedua sahalat tersebut dan dinamakan jamak ta’khir.

Sebab-Sebab Yang Membolehkan Qashar Dan Jamak

Dalam masalah ini, mungkin banyak diatara saudara kita kaum muslimin yang masih rancu dalam memahaminya. Mereka bingung menentukan apa saja sebab yang membolehkan untuk menjamak atau mengqashar, bermula dari sinilah kesalah praktik banyak ditemui. Maka dari itu, ini lah sebab-sebab itu:

1. Sebab-sebab yang membolehkan kita untuk menjamak, Ulamak menjelaskan bahwa kita boleh menjamak shalat ketika dalam keadaan membutuhkan, semisal ada hujan yang lebat yang menghalangi kita untuk pergi bolak-balik ke masjid. Ketika sakit, bepergian (safar) atau kesempatan-kesempatan yang lainyang mendesak kita dalam melakuakan jamak. Ibnu Tamiyyah berkata, “menjamak sahalat hanyanya untuk meringankan umat ini, bila merka butuh untuk menjamak maka dipersilahkan untuk menjamak.”

2. Sebab-seabab yang membolehkan kita untuk menqashar: kita diperbolehkan mengqashar shalat pada saat kita safar. Karena qasahar shalat adalah sedekah dari Allah untk hamba-hambNya. Berdasarkan riwayat yang mengisahkan bahwa pada suati ketika Umar ditanya oleh seorang tabi’in tentang tafsir dari ayat ke-101 surat an-Nisa’.  Tabi’in itu berkata, “ bolehkah Allah membolehkan qashar jika kita takut akan keberadaan musuh?” Umar menjawab “Aku dulu juga heran sebagaimana engkau heran, lantas aku bertanya kepada Nabi dan beliau menjawab,’Itulah sedekah Allalh, aka terimalah sedekahnya.’ “(HR. Muslim: 686) namun, sebagian ulama berpendapat bahwa kemudahan ini tidak layak didapatkan seorang yang bepergian karena tujuan maksiat. Karena Ini adalah sedekan dan perwujudan kasih dari Allah, jadi tidaklah pantas bagi para pelaku maksiat.

3. Kapan boleh menjamak san mengqashar sekaligus? Dibolehkan sekaligus untuk menjamak dan mengqashar hanya pada saat seseorang melakukan perjalan ke luar kota (safar)

Petunjuk Nabi Dalam Menjamak Dan Mengqashar

Dalam kitab zadul maad, Ibnul Qayyim memaparkan tentang petunjuk Nabi dalam masalah ini sebagai berikut:
“Adalah Nabi selalu mengqashar shalat-shalat yang empat reka’at. Beliau shalat dua reka’at tatkala tengah safar hingga kembali kemadinah. Dan tidaklah ada riwayat (shaih) sama sekaili yang menyebabkan beluai menyempurnakan shalat yang empat reka’at dalam safarnya.
“asalah Nabi jika berangkat sebelum waktu zhuhur di data ashar (jamak ta’khir), kemudian beliau beristirahat dan menjamak keduanya. Ada pun beliau berangkat sebelum masuk waktu ashar, Nabi shalat zhuhur  terlebih dahulu. Dan juga apabila Rasulullah tergesa-gesa untuk melanjutkannya, beliau mengakhiri maagrib hingga dilaksanakan tatkala isya’.”
“Tidaklah menjadi petunjuk Nabi mejamak di atas kendaraan tatkala safar, sebagaimana dilaksanakan kebanyakan manusia sekarang. Tidak pula menjamak tatkala beliau sampai di tempat tujuan dan tinggal beberapa saat di sana. Nabi hanya menjamak tatkala safar bersiafa pendek (segra) dan ketika belia berangkat langsung setelah sahalat.”


Beberapa Masalah

1. Berapa lamakah seseorang yang trlah tiba di tempat tujuan safarnya dibolehkan untuk mengqashar? Dalam masalah ini telah berselisih pendapat, namun utnuk memastikan  berapa lama orang mengqashar shalatnya selama diperaturan adalah selama ia belum kembali kekampung halamannya. Walaupun perselisihan dalam masalah ini adalah ringan.

2. Bolehkah kita menjadi makmum dari seorang musafir, padahal kits adalah mukmim? Ulama bersepakat membolehkan seorang yang mukim mengimami orang safar. Adapun ia menjadi imam adalah mesafir dan makmunua orang-orang yang mukim, pendapat yang lebih kuat adalah boleh sebagaimana yang telah diriwayatkan dari Umar bahwa tatkaa beliau haji ke Makkah, maka beliau mengimami manusia di sana dengan shalat zhuhur yang diqashar. Dan setalah beliau mengucapkan salam Umar berkata kepada Jama’ah, sempurnakanlah shalat kalian, sesungguhnya kami adalah orang safar.”

3. Bagai mana cara shalat seseorang yang terjebal dalam kemacetan yang tidak disangka sebelumnya, sedangkan bila ia mengulur waktu shalat hingga tiba di rumah, akan kelluar waktu shalat? Maka ia shalat di kendaraan bila tidak memungkinkan untuk keluar mencari tempat shalat. Karena pada dasarnya shalat fardhu itu bukan dikerjakan di atas kendaraan. Namun. Bila tidak memumgkinkan ia shalat semampunya di atas kendaraan, selagi hal itu adalah hal dianatara syarat shalat yang paling penting. Wallahu A’lam.

4. Kapankah seorang musafir shalat dengan sempurna kembali? Sorang musafir menyempurnkan bilangan shalat rubai’iyyahnya tatkala ia telah pulang dari perjalanannya dan dapat melihat bangunan kampong atau daerahnya. Berdasarkan riwayat Ali bin Rabi’ah bahwasannya beliau pernah safar bersama Ali bin Abit Thalib ke Syam. Mka beliau mengqashar shalat (dua-rekaat dua rekaat). Tatkalah telah sampai dipinggiran Kufah dan telah datang waktu shalat, Ali bin Rabi’ah berkata, “Wahai Amirul mukmini, itu kota Kufah! Bolehkah kita menyemurnakan shalat kita sekarang? Ali bin Abi Thalib menjawab, “Belum, sebelum kita memasukinya.”

5. Bolehkah seseorang yang sedang bepergian atau merantau melaksanakan shalat sunnah rawatib? Tidak ada contoh dari Nabi bahwa tatkala safar beliau mengerjakan shalat sunnah rawatib. Adapun shalat sunnah yang lain maka tetap disyari’atkan, lebih-lebih shalat malam.

Search: Petunjuk Nabi Dalam Mengqashar Dan Menjamak Sahalat, Tatat Cara Mengqashar Dan Menjamak Sahalat, Aturan Dalam Mengqashar Dan Menjamak Sahalat, Cara Melakukan Mengqashar Dan Menjamak Sahalat.

[Sourch:Bultin Al Furqon.Tahun ke-6,volume5 no 2 Ramadhan 1432H]
[img:http://2.bp.blogspot.com/-SlrbsnjKVAY/TwUuvzLYi5I/AAAAAAAAAOc/-uhVgXa6Cj8/s1600/sholat+subuh.jpg]

0 Response to "Petunjuk Nabi Dalam Mengqashar Dan Menjamak Sahalat"

Post a Comment

Terimakasih atas kujungannya, silahkan berkomentar dengan baik dan sopan sesuai dengan materi artikel! Kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan.