Pentingnya Evaluasi Diri di Akhir Tahun bagi Seorang Muslim

Pentingnya Evaluasi Diri di Akhir Tahun bagi Seorang Muslim




Pentingnya Evaluasi Diri di Akhir Tahun bagi Seorang Muslim | Dikisahkan, suatu hati Atha As-Salami, seorang tabi’in bermaksud menjual kain yang telah ditenunnya. Setelah diamati dan diteliti secara sekasama oleh sang penjual kain, sang penjual kain mengatakan, “Ya, Atha sesungguhnya kain yang kau tenun ini cukup bagus, tetapi sayang ada cacatnya sehingga saya tidak dapat membelinya.”


Begitu mendengar bahwa kain yang telah ditenunya ada cacat, Atha termenung lalu menangis. Melihat Atha menangis, sang penjual kain berkata, “Atha sahabatku, aku mengatakan dengan sebenarnya bahwa memang kainmu ada cacatnya sehingga aku tidak dapat membelinya, kalaulah karena sebab itu engkau menangis, maka biarkanlah aku tetap membeli kainmu dengan harga yang pas.”

Tawaran itu dijawab oleh Atha, “Wahai sahabatku, engkau menyangka aku menangis disebabkan karena kainku ada cacatnya, ketahuilah sesungguhnya yang menyebabkan aku menangis bukan karena kain itu. Aku menangis disebabkan karena aku menyangka bahwa kain yang telah kubuat selama berbulan-bulan ini tidak ada cacatnya, tatapi dimata engkau sebagai ahlinya ada cacatnya. Begitulah aku menangis kepada Allah dikarenakan aku menyangka bahwa ibadah yang telah aku lakukan bertahun-tahun ini tidak ada cacatnya, tetapi mungkin dimata Allah sebagai ahli-Nya ada cacatnya, itulah yang menyebabkan aku menangis.”

Pembaca buletin hidayah yang baik apa yang tersirat di pikiran kita saat membaca kisah di atas? Pelajaran apa yang bisa kita ambil? Mungkin selama ini kita sudah merasa bahwa ibadah yang sudah kita lakukan adalah ibadah yang baik dan tanpa cacat. Mungkin juga kita sudah merasa puas kepada apa yang telah kita kerjakan untuk orang-orang disekitar kita.

Kita bisa melihat bahwa terdapat pelajaran penting dari kisah di atas. Dimana usaha yang dilakukan oleh seorang Atha dalam menenun kainya malah memberikan peringatan terhadap semua ibadah yang ia lakukan. Ia sangat jeli menilainya yang kemudia ia melakukan istrospeksi diri, menyadari kelemahan, dan kekurangannya.

Pembaca yang baik, sembentar lagi akan datang tahun baru Islam 1435 H, kitapun perlu melakukan evaluasi: sudah sejauhmana amal, ilmu, dan akhlak kita selama ini. Perasaan puas dengan apa yang telah kita kerjakan harus kita kubur dalam-dalam sebab masih banyak ‘PR’ yang perlu dituntaskan.
Perputaran roda waktu meniscayakan bagi setiap manusia, lebih-lebih seorang mukmin untuk melakukan Muhasabah. Muhasabah bisa berarti melakukan introspeksi diri, evaluasi, atau koreksi atas kinerja selama ini.

Muhasabah tidak hanya bisa dilakukan terhadap amal-amal ibadah kita saja namun bisa dilakukan untuk menilai semua kerja-kerja kita. Dilingkungan keluarga, dimasyarakat, dikantor atau bahkan kerja-kerja kita untuk menyelesaikan amanah yang dipercayakan kepada kita.

Apakah kita menjadi seorang ayah/ibu yang baik bagi anak-anak kita, apakah kita sudah memberkan konstibusi bagi masyarakat dan apakah kita sudah melakukan tugas-tugas kantor tanpa mengeluh? Ya, masih banyak pertanyaan yang bisa kita tanyakan kepada diri kita sendiri.

Muhasabah merupakan solusi tepat untuk menyadari dan merenungi segala kebijakan maupun kebijakan bahkan kefasikan yang mungkin menyelimuti selama hidup di tahun sebelumnya sehingga kita dapat mengukur sejauh mana keberhasilah dan kegagalan yang kita tunaikan.

Dalam Al-Qur’an Allah SWT telah memerintahkan kepada orang-orang beriman untuk bertakwa yang dirangkai dengan persiapan menyongsong hari akhir: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS. Al-Hasyr:18).

Secara jelas, ayat ini menyuruh setiap mukmin untuk memperhatikan nasibnya di akhirat kelak. Bekal apa yang telah kita siapkan di alam yang baru itu? Imam Turmudzi meriwayatkan hadist yang berbunyi: “Orang yang pandai adalah yang menghisap (mengevaluasi) dirinya sendiri serta beramal untuk kehidupan sesudah kematian. Sedangkan orang yang lemah adalah yang dirinya mengikuti hawa nafsunya serta berangan-angan terhadap Allah SWT.” (HR. Imam Turmudzi).

Hadist di atas menggambarkan urgensi muhasabah (Evaluasi diri) dalam menjalani kehidupan di dunia ini karena hidup didunia merupakan rangkaian dari sebuah misi besar seorang hamba, yaitu menggapai keridhaan Tuhan-Nya. Imam Turmudzi meriwayatkan ucapan Sayidina Umar bin Khaththab yaitu: “Hisablah (evaluasilah) diri kalian sebelum kalian di hisab, dan berhiaslah (Bersiaplah) kalian untuk hari Aradh Akbar (Yaumul Hisab). Hisab itu hanya akan menjadi ringan pada hari kiamat bagi orang yang menghisap (evaluasi) dirinya di dunia.” (HR. Imam Turmudzi).

Sahabat Umar memahami benar urgensi dari muhasabah ini. Pada kalimat terakhir dari ungkapan di atas, beliau mengatakan bahwa orang yang biasa mengevaluasi dirinya akan meringankan hisabnya di hari akhir kelak. Beliau paham betul bahwa setiap insan akan dihisab, maka ia pun memerintahkan agar kita menghisab diri kita sebelum mendapatkan hisab dari Allah SWT.

Oleh karena itu, ketika kita menyinggung muhasabah, maka didalamnya ada tiga bentuk atau tiga fase muhasabah.
  1. Pertama, muhasabah sebelum berbuat. Muhasabah pada keadaan pertama ini penting untuk dilakukan guna mengetahui apakah perbuatan yang hendak kita lakukan bermanfaat, baik untuk diri kita sendiri maupun orang lain. Berpikir jernih dan cerdas sebelum berbuat merupakan langkah seorang besar yang memiliki visi yang jauh kedepan. Ia bisa menimbang baik buruk, positif-negatifnya suatu pekerjaan yang hendak ia lakukan.
  2. Kedua, muhasabah saat melaksanakan sesuatu. Fase kedua yang perlu dilakukan oleh kita adalah bermuhasabah pada saat kita berbuat sesuatu. Introspeksi ulang di tengah perbuatan yang kita jalani. Tujuannya tidak lain adalah mengontrol dan mengendalikan diri agar tidak menyimpang. Layaknya kita sebagai manusia, mungkin kita baik di awal, namun tak menjamin kita tetap berada di jalan yang semestinya manakala kita tengah dalam proses mejalankan sesuatu. Hal ini dapat mencegah kemungkinan terjadinya penyimpangan pada saat melaksanakan sesuatu atau menghentikannya sama sekali.
  3. Ketiga, muhasabah setelah melakukan suatu perbuatan. Pada fase ini, muhasabah berfungsi sebagai alat penemu kesalahan, kekurangan, dan kekhilafan yang terselib dalam melakukan sesuatu. Tujuannya jelas, kesalahan yang terjadi tidak boleh terjadi pada masa mendatang.
Ketika kita selalu memperhatikan modal, memberhitungkan keuntungan dan kerugian, bertaubat dikala melakukan kesalahan dan bersungguh-sungguh dalam melakukan kebaikan, Inzallah kita temasuk orang yang menghisab diri sebelum hari penghisapan, yaitu hari Kiamat. Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.

Search Buletin: Pentingnya Evaluasi di Akhir Tahun bagi Seorang Muslim, pentingnya mengevaluasi diri, urgensi instrospeksi diri, bentuk atau tiga fase muhasabah, mengevaluasi diri dalam pandangan Islam

[Sumber: Buletin Da’wah Hidayah –Edisi 330 / 27 Dzulhijjah 1434 H]
[Gambar: http://uniqpost.com/wp-content/uploads/2012/07/Masjid-Nabawi-di-Madinah-Arab-Saudi.jpg]

0 Response to "Pentingnya Evaluasi Diri di Akhir Tahun bagi Seorang Muslim"

Post a Comment

Terimakasih atas kujungannya, silahkan berkomentar dengan baik dan sopan sesuai dengan materi artikel! Kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan.