Bagaimana Menyikapi Pujian dalam Ajaran Islam

Bagaimana Menyikapi Pujian dalam Ajaran Islam | Pujian merupakan fernomena umum yang sering kita temui sehari-hari. Sebuah pujian dari orang sebernarnya adalah prasangka orang lain kepada kita, kita tidak boleh larut dalam prasangka orang lain, justru kita harus serius mengenal diri kita sendiri, ini hal yang sangat penting, mengapa? Karena kita tidak bisa mencapai derajat kedudukan di sisi Allah hanya dengan pujian manusia tetapi kita akan mencapai derajad kedudukan di sisi Allah dengan keiklasan. Secara garis bersar, pujian bisa diklasifikasikan dalam tiga kategori; pujian yang diucapkan untuk menjilat, pujian yang sifatnya basa-basi, serta pujian yang dilontarkan sebagai ekspresi kekaguman. Bila kita mensikapi secara sehat dan proporsional, pujian bisa menjadi positif untuk dapat memotivasi kita demi meraih pencapaian-pencapaian baru yang lebih baik. Namun, kenyataanya, pujian justru lebih sering membuat kita lupa daratan lepas kontrol dan seterusnya. Semakin sering orang lain memuji, semakin besar potensi kita untuk terlena dan besar kepala. Sebab itulah, Ali RA berkata, “Kalau ada yang memujimu di hadapanmu, akan lebih baik bila kamu melumuri mulutnya dengan debu daripada terbuai oleh ucapannya.”. Allah swt mengingatkan dalam firman-Nya: “Maka janganlah kamu menganggap dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui siapa orang yang bertakwa.” (QS. Al-Najm:32).

Sepatutnya pujian dari manusia, anggaplah hanya hiasan telinga yang membuat kita malu. Kita haruslah tetap semangat melakukan sesuatu dengan wajar walau dipuji ataupn tidak karena yang memuji hakiki adalah Allah swt. Kalau tidak ada yang memuji biarkan saja jangan membuat kita pusing karena tidak dipuji manusia tetapi disukai Allah akan tetap melesat kedudukannya. Dicaci oleh manusia justru aka menjadi bahan evaluasi bagi kita, siapa tahu yang dianggap cacian menurut kita padahal merupakan karunia Allah tuntunan untuk memperbaiki diri. Sebuah cacian juga bisa kita gunakan sebagai motivasi untuk menjadi lebih baik dan mengerjakan sesuatu dengan lebih sempurna.
Dalam Islam mengajarkan bagaimana kita bersikap saat pujian itu datang kepada kita. Agar dapat menyikapi pujian secara sehat, Rasulullah saw memberikan tiga kiat yang menarik untuk diteladani.
Ada beberapa teladan yang dapat disiarkan dari kehidupan Nabi Saw, yaitu diantaranya:

PERTAMA: Nabi SAW tidak memuji di hadapan orang yang bersarngkutan secara langsung, tapi di depan orang-orang lain dengan tujuan memotivasi mereka.
Suatu hari, seorang Badui yang baru masuk Islam bertanya tentang Islam. Nabi menjawab bahwa Islam adalah shalat lima waktu, puasa, dan zakat. Maka orang Badui itupun berjanji untuk menjalankan ketiganya dengan konsisten, tanpa menambahi atau menguranginya. Setelah si Badui itu pergi, Nabi SAW menujinya dihadapan para sahabat, “Sungguh beruntung kalau ia benar-benar melakukan janjinya tadi”. Setelah beliau menambahi, “Barang siapa yang ingin melihat penghuni surga, maka lihatlah Orang (Badui) tadi” (HR. Al-Bukhari dan Muslim, dari Thalhah ra).

KEDUA: Nabi SAW lebih sering melontarkan pujian dalam bentuk doa.
Ketika melihat minat dan ketekunan Ibn Abbas ra. Dalam mendalami tafsir Al-Qur’an, Nabi saw, tidak serta merta memujinya. Beliau lebih memilih untuk mendoakan Ibn Abbas ra: “Ya Allah, jadikanlah ia ahli dalam ilmu agama dan ajarilah dia ilmu tafsir (Al-Qur’an).” (HR. Al-Hakim,dari Sa’id bin Jubair). Begitu pula, di saat Nabi SAW, melihat ketekunan Abu Hurairah ra. Dalam mengumpulkan hadist dan menghafalnya, beliau lantas berdoa agar Abu Hurairah ra. Dikaruniai kemampuan untuk tidak lupa apa yang pernah dihapalnya. Doa ini yang kemudian dikabulkan Allah swt dan menjadikan Abu Hurairah ra. Sebagai Sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadist.
Pujian yang dilontarkan orang lain terhadap diri kita, merupakan salah satu tantangan berat yang dapat merusak kepribadian kita. Pujian dapat membunuh karakter seseorang, tanpa ia sadari. Oleh karena itu, ketika seorang sahabat memuji yang lain secara langsung, Nabi SAW menegurnya: “Kamu telah memenggal leher temanmu.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah ra).
Namun ketika pujian sudah menjadi fenomena umum ditengah-tengah masyarakat kita yang paling penting adalah bagaimana menyikapi setiap pujian secara sehat agar tidak sampai lupa daratan dan lepas kontrol; mengapresiasi setiap pujian hanya sebagai topeng dari sisi gelap kita yang tidak diketahui orang lain; serta terus berdoa kepada Allah swt agar dijadikan lebih baik dari apa yang tampak dimata orang.

Selain itu, yang tidak kalah pentingnya, kalaupun perlu memuji seseorang adalah bagaimana bisa mengemas pujian secara sehat. Toh memuji tidak mesti dengan kata-kata, tetapi akan lebih berarti bila diekspresikan lewat dukungan dan doa. Sehingga dengan demikian, kita tidak sampai menjerumuskan orang yang kita puji. Wallahu’alam.

Search Buletin : Bagaimana Menyikapi Pujian dalam Ajaran Islam, Pandangan Islam tentang pujian, Belajar mensikapi pujian dari Rasulullah saw, meyikapi pujian secara sehat bagi seorang muslim, Tips menyikapi pujian dalam Islam, bentuk-bentuk pujian

[Sumber: Buletin Da’wah Hidayah-Edisi 297 / 03 Jumadil Ula 1434 H]
[Gambar: http://gambar.co/wp-content/uploads/2013/04/Gambar-Masjid-Jame-Asr-Hassanil-Bolkiah-Brunei.jpg]

0 Response to "Bagaimana Menyikapi Pujian dalam Ajaran Islam"

Post a Comment

Terimakasih atas kujungannya, silahkan berkomentar dengan baik dan sopan sesuai dengan materi artikel! Kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan.