Ujian Bencana Datang Kembali
Ujian Bencana Datang Kembali | Ujian yang datang bukan untuk ditinggal. Tidak pula sebagai wahana untuk saling menyalahkan atau egois mencari siapa yang benar. Seharusnya membuat kita semakin pintar. Pandai mencari solusi dan jalan keluar. Semakin banyak berdoa dan beristighfar. Senantiasa mendekatkan diri pada Allah Al Ghaffar. Tentunya ujian ini harus kita hadapi dengan penuh rasa sabar. Insyaa’Allah hidup akan terasa semakin manis dan bersinar. Di bawah naungan Al Qur’an dan As Sunnah kita menjadi pembelajar. Allahu Akbar.
Berkenaan dengan sabar sebagai satu-satunya solusi disaat ujian melanda maka kesabaran jangan pernah dibatasi. Tidakkah Allah akan senantiasa membersamai hambaNya yang selalu membawa sifat sabar dalam gerak langkah hidupnya? Haruskah kita membatasi kebersamaan Allah dengan kita disaat benar-benar kita mengharapkan pertolongan-Nya?
Yang harus senantiasa kita sikapi dengan penuh kesabaran dalam hidup ada tiga hal : kesabaran dalam beribadah kepada Allah, kesabaran dalam menjauhi larangan Allah serta kesabaran dalam menghadapi musibah. Sederhananya kita wajib berproses dalam tiga hal tersebut. Berproses aktif sesuai dengan yang Allah kehendaki.
Sedikit kita akan membahas tentang bencana-bencana atau ujian-ujian yang ada di sekitar kita yang harus kita hadapi dengan seksama. Tentunya tiada daya untuk melakukan suatu ibadah melainkan atas pertolongan Allah. Tiada kekuatan untuk kita mampu menghindar dari maksiat kepada Allah melainkan atas pertolongan-Nya jua.
BECANA ALAM
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun"Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk ”.(QS. Al Baqarah : 155-157).
Belum selesai cerita banjir di negeri kita. Sawah ladang tergenang. Jalan dan rumah menjadi area berenang, tanggul ambrol. Tambak jebol. Tanah-tanah diperbukitan longsor. Ayah tidak tau kemana anak mengungsi. Ibu gugup bagaimana cara menanak nasi. Ternak hanyut dan mati. Rumah ambruk tidak berbentuk lagi. Setelah surut mulai berbenah. Bersih-bersih rumah. Tenggang waktu tak seberapa lama banjir menyapa lagi. Bertamu di saat suguhan tertata lagi. Penyakit gatal, perih lambung, kepala pusing, luka-luka kerantuk paku dan kayu kini mendera lagi. Relawan yang sudah pamitan harus datang untuk evakuasi kembali.
Belum usai derita, gunung-gunungpun tengah memuntahkan isi perutnya. Abu vulkanik dan awan panas menyerbu dan menyergap siapa saja. Jalan-jalan riuh pengungsi. Adu cepat mereka berlari. Korban berjatuhan. Isak tangis tak tertahan. Rumah sakit makin ramai pasien berdatangan.
Belum kering pula bibir kita membicarakan tentang gempa yang akhir-akhir ini melanda. Roboh tinggi bangunan dan menara. Kerugian materi juga tidak sedikit jumlahnya. Adakah kita hanya menyimak beritanya di media massa? Atau sudahkah kita mengirim donasi beberapa rupiah yang mungkin bagi kita tidak begitu berharga? Baju pantas pakai, nasi bungkus, mie instan, selimut, obat-obatan, alat-alat kebersihan, masker, air bersih, kendaraan atau alat bantu evakuasi seperti tali, ban atau kapal karet, pelampung, dan lainnya? Ataukah minimal sudahkah kita berdoa untuk musibah segera diangkat segera?
Mereka adalah saudara kita. Atas nama bangsa. Atas nama suku. Atas nama agama. Atau atas nama apapun terserah yang penting empati dan simpati senantiasa ada. Yang datang membantu dengan membawa bendera tetap lebih baik dan lebih mulia dari yang hanya duduk manis di belakang meja tanpa mau melakukan apa-apa.
“Barang siapa meringankan kesukaran seorang mukmin dari kesukaran-kesukaran dunia maka Allah akan meringankan kesukarannya dari kesukaran-kesukaran di hari kiamat. Barang siapa memudahkan urusan seseorang dalam kesulitan Allah akan memberikan kemudahan atasnya di dunia dan akhirat. Dan barang siapa menutupi (aib) seorang muslim maka Allah akan menutupi (aib) nya di dunia dan akhirat. Adalah Allah (senantiasa) menolong seorang hamba selama hamba tersebut senantiasa menolong saudaranya”. (Al Hadist Asy Syarif).
BENCANA SAYANG
Belum selesai memang PR bencana alam di tanah air kita. Namun, bencana selanjutnya sudah menunggu di depan mata. Tak kalah dasyat bahaya yang akan menimpa. 14 Februari adalah puncak acara yang paling tinggi tingkat kekhawatirannya. Perzinahan merajalela dimana-mana ata nama cinta yang aslinya adalah dorongan nafsu syaitan belaka. Wal ‘iyadzu billah.
Benar. Bulan ini bisanya akan semakin indah terasa. Warna pink semarak. Rasa kasih dan saying saling terucap. Rasa cinta saling terungkap. Kado dan bingkisan bertukar. Namun, tradisi upacara Romawi Kuno yang diadopsi oleh umat Kristiani ini ternyata dirayakan pula oleh remaja kaum muslimin. Padahal, tentu kita masih ingat bahwa Allah melarang kita untuk mengikuti tradisi orang kafir. Ia berfirman : “Katakanlah: "Hai orang-orang kafir, Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.” (QS. Al Kafirun:1-6).
Kita juga tidak lupa bahwa aurat harus kita jaga. Pacaran atau sekedar berbaur ikhtilat antara lelaki dan wanita yang bukan mahram tidak boleh dicoba. Rasa malu, tanggung jawab serta akhlak-akhlak terpuji lannya yang sudah ditanamkan semenjak kecil harus senantiasa kita pelihara.
“Telah ditulis atas anak keturunan Adam bagiannya dari perbuatan zina yang ia pasti akan menemukannya. Zina pada kedua matanya adalah melihat. Zina pada kedua telingganya adalah mendengar, zina pada lisannya adalah berbicara. Zina pada kedua belah tangannya adalah menyentuh. Zina pada kedua kakinya adalah melangkah. Sedangkan hati berharap dan berangan-angan. Kemudian kemaluanlah yang akan membenarkannya atau mendustakannya”. (Al-Hadits Asy Syarif).
BENCANA IMAN
Berlindung kita kepada Allah dari hati yang mati. Tak tergerak untuk simpati dan empati. Padahal, selama ini kita selalu mengaku beriman kepada Ilahi. Tetapi, dalam giliran kita harus berbagi yang ada hanya permisi. Lari dari tanggung jawab insani meski hanya berdoa di malam yang sepi. Padahal kita tahu pasti bahwa menyingkirkan duri di tengah jalan agar tidak mengganggu para pejalan kaki adalah cabang iman yang paling rendah sendiri.
Berlindung pula kita kepada Allah dari sifat apatis atau cuek bebek masa bodoh dengan kondisi remaja dengan valentinnya. Harusnya tangan kita berusaha menenangkannya. Lisan kita menasehatinya atau yang terakhir hati kita mengingkari kemungkaran velentinnya. Itulah selemah-lemah iman di dalam dada.
MARI BERDO’A
Duhai Allah Dzat yang menggenggam segenap jiwa. Taubatkan kami dari segala dosa. Ampunkan kami dari segala aniaya. Dekatkan kami ke pintu syurga. Jauhkan kami dari pintu neraka.
Ya Rahman Ya Rahim, Ya Tawwab Ya Halim. Jangan tinggalkan petaka dan musibah di negeri ini dan dimanapun jengkal tanah hamba-Mu berpijak melainkan Engkau mengangkatnya. Jadikanlah kami hamba-hamba Mu yang senantiasa memperbaiki diri dan amal. Pandai mengambil hikmah serta pandai berbenah. Tidak putus asa tidak pula putus harapan. Semakin bertambah yakin akan keagungan dan pertolongan Mu Ya Malikul Mulki Dzal Jalali wal Ikram Ya ‘Alim Ya Hakim, fahamkan kami akan dien Mu agar kami selamat dari jerat-jerat para musuh Mu. Aamiin. Wallahu a’lam bish shawab.
Search : Ujian Bencana Datang Kembali, Bagaimana seharusnya seorang muslim menyikapi ujian bencana yang sedang menimpa, Bencana adalah ujan bagi seorang hamba yang taat kepada Allah
Img : http://www.suara-islam.com/images/berita/gunung_kelud-anakan-_20140208_075349.JPG
Source : Buletin Da’wah Hidayah –Edisi 244 / 13 Rabiuts Tsaani 1435 H
Berkenaan dengan sabar sebagai satu-satunya solusi disaat ujian melanda maka kesabaran jangan pernah dibatasi. Tidakkah Allah akan senantiasa membersamai hambaNya yang selalu membawa sifat sabar dalam gerak langkah hidupnya? Haruskah kita membatasi kebersamaan Allah dengan kita disaat benar-benar kita mengharapkan pertolongan-Nya?
Yang harus senantiasa kita sikapi dengan penuh kesabaran dalam hidup ada tiga hal : kesabaran dalam beribadah kepada Allah, kesabaran dalam menjauhi larangan Allah serta kesabaran dalam menghadapi musibah. Sederhananya kita wajib berproses dalam tiga hal tersebut. Berproses aktif sesuai dengan yang Allah kehendaki.
Sedikit kita akan membahas tentang bencana-bencana atau ujian-ujian yang ada di sekitar kita yang harus kita hadapi dengan seksama. Tentunya tiada daya untuk melakukan suatu ibadah melainkan atas pertolongan Allah. Tiada kekuatan untuk kita mampu menghindar dari maksiat kepada Allah melainkan atas pertolongan-Nya jua.
BECANA ALAM
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun"Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk ”.(QS. Al Baqarah : 155-157).
Belum selesai cerita banjir di negeri kita. Sawah ladang tergenang. Jalan dan rumah menjadi area berenang, tanggul ambrol. Tambak jebol. Tanah-tanah diperbukitan longsor. Ayah tidak tau kemana anak mengungsi. Ibu gugup bagaimana cara menanak nasi. Ternak hanyut dan mati. Rumah ambruk tidak berbentuk lagi. Setelah surut mulai berbenah. Bersih-bersih rumah. Tenggang waktu tak seberapa lama banjir menyapa lagi. Bertamu di saat suguhan tertata lagi. Penyakit gatal, perih lambung, kepala pusing, luka-luka kerantuk paku dan kayu kini mendera lagi. Relawan yang sudah pamitan harus datang untuk evakuasi kembali.
Belum usai derita, gunung-gunungpun tengah memuntahkan isi perutnya. Abu vulkanik dan awan panas menyerbu dan menyergap siapa saja. Jalan-jalan riuh pengungsi. Adu cepat mereka berlari. Korban berjatuhan. Isak tangis tak tertahan. Rumah sakit makin ramai pasien berdatangan.
Belum kering pula bibir kita membicarakan tentang gempa yang akhir-akhir ini melanda. Roboh tinggi bangunan dan menara. Kerugian materi juga tidak sedikit jumlahnya. Adakah kita hanya menyimak beritanya di media massa? Atau sudahkah kita mengirim donasi beberapa rupiah yang mungkin bagi kita tidak begitu berharga? Baju pantas pakai, nasi bungkus, mie instan, selimut, obat-obatan, alat-alat kebersihan, masker, air bersih, kendaraan atau alat bantu evakuasi seperti tali, ban atau kapal karet, pelampung, dan lainnya? Ataukah minimal sudahkah kita berdoa untuk musibah segera diangkat segera?
Mereka adalah saudara kita. Atas nama bangsa. Atas nama suku. Atas nama agama. Atau atas nama apapun terserah yang penting empati dan simpati senantiasa ada. Yang datang membantu dengan membawa bendera tetap lebih baik dan lebih mulia dari yang hanya duduk manis di belakang meja tanpa mau melakukan apa-apa.
“Barang siapa meringankan kesukaran seorang mukmin dari kesukaran-kesukaran dunia maka Allah akan meringankan kesukarannya dari kesukaran-kesukaran di hari kiamat. Barang siapa memudahkan urusan seseorang dalam kesulitan Allah akan memberikan kemudahan atasnya di dunia dan akhirat. Dan barang siapa menutupi (aib) seorang muslim maka Allah akan menutupi (aib) nya di dunia dan akhirat. Adalah Allah (senantiasa) menolong seorang hamba selama hamba tersebut senantiasa menolong saudaranya”. (Al Hadist Asy Syarif).
BENCANA SAYANG
Belum selesai memang PR bencana alam di tanah air kita. Namun, bencana selanjutnya sudah menunggu di depan mata. Tak kalah dasyat bahaya yang akan menimpa. 14 Februari adalah puncak acara yang paling tinggi tingkat kekhawatirannya. Perzinahan merajalela dimana-mana ata nama cinta yang aslinya adalah dorongan nafsu syaitan belaka. Wal ‘iyadzu billah.
Benar. Bulan ini bisanya akan semakin indah terasa. Warna pink semarak. Rasa kasih dan saying saling terucap. Rasa cinta saling terungkap. Kado dan bingkisan bertukar. Namun, tradisi upacara Romawi Kuno yang diadopsi oleh umat Kristiani ini ternyata dirayakan pula oleh remaja kaum muslimin. Padahal, tentu kita masih ingat bahwa Allah melarang kita untuk mengikuti tradisi orang kafir. Ia berfirman : “Katakanlah: "Hai orang-orang kafir, Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.” (QS. Al Kafirun:1-6).
Kita juga tidak lupa bahwa aurat harus kita jaga. Pacaran atau sekedar berbaur ikhtilat antara lelaki dan wanita yang bukan mahram tidak boleh dicoba. Rasa malu, tanggung jawab serta akhlak-akhlak terpuji lannya yang sudah ditanamkan semenjak kecil harus senantiasa kita pelihara.
“Telah ditulis atas anak keturunan Adam bagiannya dari perbuatan zina yang ia pasti akan menemukannya. Zina pada kedua matanya adalah melihat. Zina pada kedua telingganya adalah mendengar, zina pada lisannya adalah berbicara. Zina pada kedua belah tangannya adalah menyentuh. Zina pada kedua kakinya adalah melangkah. Sedangkan hati berharap dan berangan-angan. Kemudian kemaluanlah yang akan membenarkannya atau mendustakannya”. (Al-Hadits Asy Syarif).
BENCANA IMAN
Berlindung kita kepada Allah dari hati yang mati. Tak tergerak untuk simpati dan empati. Padahal, selama ini kita selalu mengaku beriman kepada Ilahi. Tetapi, dalam giliran kita harus berbagi yang ada hanya permisi. Lari dari tanggung jawab insani meski hanya berdoa di malam yang sepi. Padahal kita tahu pasti bahwa menyingkirkan duri di tengah jalan agar tidak mengganggu para pejalan kaki adalah cabang iman yang paling rendah sendiri.
Berlindung pula kita kepada Allah dari sifat apatis atau cuek bebek masa bodoh dengan kondisi remaja dengan valentinnya. Harusnya tangan kita berusaha menenangkannya. Lisan kita menasehatinya atau yang terakhir hati kita mengingkari kemungkaran velentinnya. Itulah selemah-lemah iman di dalam dada.
MARI BERDO’A
Duhai Allah Dzat yang menggenggam segenap jiwa. Taubatkan kami dari segala dosa. Ampunkan kami dari segala aniaya. Dekatkan kami ke pintu syurga. Jauhkan kami dari pintu neraka.
Ya Rahman Ya Rahim, Ya Tawwab Ya Halim. Jangan tinggalkan petaka dan musibah di negeri ini dan dimanapun jengkal tanah hamba-Mu berpijak melainkan Engkau mengangkatnya. Jadikanlah kami hamba-hamba Mu yang senantiasa memperbaiki diri dan amal. Pandai mengambil hikmah serta pandai berbenah. Tidak putus asa tidak pula putus harapan. Semakin bertambah yakin akan keagungan dan pertolongan Mu Ya Malikul Mulki Dzal Jalali wal Ikram Ya ‘Alim Ya Hakim, fahamkan kami akan dien Mu agar kami selamat dari jerat-jerat para musuh Mu. Aamiin. Wallahu a’lam bish shawab.
Search : Ujian Bencana Datang Kembali, Bagaimana seharusnya seorang muslim menyikapi ujian bencana yang sedang menimpa, Bencana adalah ujan bagi seorang hamba yang taat kepada Allah
Img : http://www.suara-islam.com/images/berita/gunung_kelud-anakan-_20140208_075349.JPG
Source : Buletin Da’wah Hidayah –Edisi 244 / 13 Rabiuts Tsaani 1435 H
0 Response to "Ujian Bencana Datang Kembali"
Post a Comment
Terimakasih atas kujungannya, silahkan berkomentar dengan baik dan sopan sesuai dengan materi artikel! Kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan.